Tuesday, January 06, 2009

Dari Mana Datangnya Cinta

Semua ini pasti akan musnah
Tetapi tidak cintaku padamu
- Pangeran Cinta, Dewa 19 -

Sebuah tendangan salto, dan Ronaldinho mencetak gol indah. Pemain klub
Barcelona ini menjadi sedikit dari pesepakbola yang bisa mencetak gol dengan
cara itu. Ia mengatakan bahwa itulah impian masa kecilnya yang menjadi
kenyataan.
Seperti umumnya pemain asal Brazil, karir Ronaldinho dimulai dari futsal dan
sepakbola pantai, masuk klub lokal, talentanya lalu dilirik pencari bakat hingga
merumput di Eropa. Nilai transfernya saat dibeli Barcelona (2003) mencapai 18
juta poundsterling, kini ia digaji sekitar Rp 1,97 milyar per minggu, dan menjadi
Pemain Terbaik Dunia versi FIFA tahun 2004 dan 2005.
Tiada yang lebih menyenangkan daripada apa yang dilakukan Ronaldinho.
Bekerja dan bermain dijadikannya satu. Profesinya adalah apa yang disukainya
sejak kecil, dan itu membawanya kepada kesuksesan. Ia adalah perwujudan
sempurna kata-kata bijak: Do what you love. Kerjakanlah apa yang anda sukai,
maka hasilnya akan luar biasa.
Tidak semua orang seberuntung Ronaldinho. Di tengah sulitnya mencari
pekerjaan, terkadang kita harus menerima pekerjaan apa pun yang tersedia.
Pekerjaan yang dilakukan belum tentu sesuatu yang disukai atau menjadi citacita
semula. Love what you do, kata orang bijak lagi. Jika tiada kesempatan
melakukan pekerjaan yang disukai, maka cintailah pekerjaan kita saat ini. Kerja
adalah rasa cinta yang terlihat kata Kahlil Gibran, maka kerjakanlah sesuatu
dengan penuh gairah cinta kata Bunda Theresa.
Rasa cinta yang terwujud akan memberi ruh dan jiwa pada pekerjaan yang kita
lakukan. Hasil kerja menjadi hidup. Ruh dan jiwa yang melekat itulah yang
membuat hasil kerja menjadi berbeda jika dikerjakan oleh orang lain.
Namun cinta tidak selamanya membara. Ada saat kita kehilangan gairah kerja.
Ada sesuatu yang diam-diam berusaha mengikis rasa cinta kita terhadap
pekerjaan atau profesi yang kita jalani. Bagaimana memelihara api cinta agar
terus menyala?
Di saat cinta memudar, telusuri kembali apa alasan kita melakukan pekerjaan ini,
atau yang akan membuat kita tetap bertahan melakukannya. Kita bekerja
sesungguhnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dalam prosesnya, hasil kerja
kita bermanfaat memenuhi kebutuhan orang lain.
Sebagian orang bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup. Ada juga yang
bekerja agar mempunyai banyak teman. Sebagian orang bekerja untuk
menunjukan status sosialnya, sebagian yang lain untuk menunjukan kualitas dan
kemampuan pribadinya. Tanpa bekerja, bukankah hidup terasa tiada arti?
Bagi spiritual worker, bekerja adalah perwujudan cintanya kepada Tuhan. Jika
cinta Tuhan adalah cinta tanpa syarat (unconditional love), maka spiritual worker
bekerja dengan cinta tanpa syarat itu, memberi tanpa mengharap kembali: bagai
sang surya menyinari dunia. Bila tidak bekerja, bukankah kehilangan
kesempatan melayani Tuhan dengan cara melayani sesama?
Ataukah kita berharap orang lain yang akan memelihara cinta kita?
Jim Collins (2004) dalam Good to Great mengatakan bahwa meluangkan waktu
dan mencurahkan energi untuk mencoba "memotivasi" orang adalah usaha yang
sia-sia. Pertanyaan yang sejati bukanlah "Bagaimana memotivasi orang?". Bila
anda mempunyai orang yang tepat, mereka akan memotivasi diri sendiri.
Kita berharap, Jim Collins dari penelitiannya terhadap ratusan perusahaan besar
kelas dunia, akan menyimpulkan bahwa memotivasi orang itu penting, atau
bahwa perusahaan-perusahaan hebat adalah perusahaan yang terus menerus
meluangkan waktu untuk memelihara motivasi karyawannya. Kita mengharapkan
itu, namun ia menyatakan sebaliknya. Sungguh teganya Jim Collins.
Di era postmodernisme sekarang ini, di saat pemikiran besar dan mapan tengah
mengalami dekonstruksi dan menjadi serba tentatif, termasuk dalam manajemen
SDM, kita harus pandai-pandai mencari cara untuk memelihara motivasi-cinta
kita sendiri pada pekerjaan yang ditekuni, dan tidak berharap itu dilakukan oleh
orang lain.
"Kita harus menemukan bagaimana caranya agar selalu jatuh cinta pada
pekerjaan kita", ujar Andhara Early, Playmate Indonesia. Nadya Hutagalung,
model dan mantan VJ MTV, menambahkan "Jika kita telah memperhitungkan
segala sesuatunya, maka kita akan merasa numb, kebal rasa". Maka mereka
menjalani profesi dengan penuh ketekunan dan kekebalan terhadap resiko dan
masalah.
Begitulah Ronaldinho, selalu tersenyum saat bertanding. Saat kalah pun ia
tersenyum. Ia mempunyai alasan untuk menggerutu, namun ia memilih untuk
tersenyum. Barangkali tidak ada orang di dunia ini yang tersenyum sebanyak
Ronaldinho. Rasa cinta telah membuat Ronaldinho menikmati setiap serpihan
peristiwa yang dialaminya saat bekerja.
Para artis, model, dan olahragawan telah mengajarkan sesuatu, nilai-nilai
bekerja, persistent & commitment, rasa cinta pada pekerjaan. Cinta akan tetap
utuh jika kita dapat menyetel pikiran agar selalu adaptable dengan lingkungan,
sesulit apapun situasinya.
Kehidupan tidak selalu berjalan linier seperti yang kita inginkan. Semua hal bisa
saja musnah: situasi tiba-tiba menjadi tak menentu, order berkurang, budget
minimalis, tugas bertambah, rencana tidak berjalan mulus, tetapi tidak cinta
kita pada pekerjaan, pada profesi yang kita tekuni. Tidak kita biarkan
sedikitpun sesuatu di luar diri kita menepis rasa cinta kita itu.
Bagaimana dengan anda, sudahkah menemukan cinta anda hari ini?

(Penulis: Akhmad Ludzain, Personalia-SDM, dimuat di majalah Human
Capital Edisi Februari 2007)

No comments: