Thursday, March 03, 2011

Bakso Khalifatullah


Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobagnya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.

“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”

Ia tertawa. “Ia Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya”

“Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.

“Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi.

“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya”.

Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami orang kecil jenis ekspressinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.

Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya bilang belum cukup maka saya guncang-guncang tubuhnya.

Hati saya meneriakkan “Jazakumullah, masyaallah, wa yushlihu balakum!”, tetapi bibir saya pemalu untuk mengucapkannya.

Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu memelihara kebaikan urusan-urusannya.

Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman yang saya temukan pada prinsip, managemen dan disiplin hidup Pak Patul.

Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan ikhlas.

Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bias disebut kelas sosial saya lebih tinggi darinya. Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya, tidak terdapat sikap

dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika mengucapkan kalimat seperti diucapkannya:

“Di antara pendapatan saya ini terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Peradaban saya masih peradaban “milik saya”.

Peradaban Pak Patul sudah lebih maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggung jawab, lebih mulia dan tidak pengecut sebagaimana‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.

30 th silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada Penjual cendhol yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam Jakfar Pabelan karena “kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?”

Ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua. Saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya tawar.

Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung.

“Lho, uang saya tidak cukup, Pak”

“Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap”

“Berarti saya hutang?”

“Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”.

Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!

Di pasar Khan Khalili semacam Tenabang-nya Cairo saya masuk sebuah toko kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya.

Ketika datang saya protes: “Keeif Inta ya Akh…ke mane aje? Kalau saya ambilin barang-barang Inta terus saya ngacir pigimane dong….”

Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk:

“Kalau mau curi barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan Ente sama Tuhan….”


Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, master-piece.

Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi.

Makhluk-makhluk agung menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun dan di mana-manapun.

Bakso Khalifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul, terasa lebih sedap karena kandungan keagungan.

Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR.

Itu baru penjual cendhol,

belum Menteri dan Dirjen Irjen Sekjen.

Itu baru pemilik took kelontong,

belum Gubernur Bupati Walikota tokoh-tokoh Parpol.

Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai dan Ulama.


Oleh Emha Ainun Nadjib

Shared By Catatan Catatan Islami Pages

Sebab Aku Laki-laki


ada seorang anak wanita bertanya kepada ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.

Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: Ayah , mengapa wajah ayah kian berkerut-merut dengan badan ayah yang kian hari kian terbungkuk?”

Demikian pertanyaannya, ketika ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab : “Sebab aku laki-laki.” itulah jawaban ayahnya.

Anak wanita itu berguman : ” Aku tidak mengerti.”

Dengan kerut-kening karena jawaban ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran.

Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian ayahnya mengatakan :

“Anakku, kamu memang belum mengerti tentang laki-laki.”

Demikian bisik ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri ibunya lalu bertanya :

“Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?”

Ibunya menjawab : “Anakku, jika seorang laki-laki yang benar benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian.”

Hanya itu jawaban sang bunda.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi.

Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas

sekali.Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.

“Saat Ku-ciptakan laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. “

“Kuciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. “

“Kuberikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. “


“Kuberikan keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu

dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya.”

“Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. “

“Kuberikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya.Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap.Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara.”

“Kuberikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa istri yang baik adalah istri yang setia terhadap suaminya, istri yang baik adalah istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka.

Walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi.”

“Kuberikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia.

Dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya.”

“Kuberikan kepada laki-laki tanggung jawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah amanah di Dunia & Akhirat.”

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh.

Setelah itu dia hampiri bilik ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan ayahnya.

” Aku mendengar & merasakan bebanmu, ayah…”


Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan ayah…

With love to all father ” Jika kamu mencintai ayahmu – sekarang merasa sebagai seorang ayah kirimlah cerita ini kepada orang lain, agar seluruh orang di dunia ini dapat mencintai & menyayangi ayahnya & dan mencintai kita sebagai seorang ayah.

Berbahagialah yang masih memiliki ayah.

Dan lakukanlah yang terbaik untuknya…

Berbahagialah yang merasa sebagai ayah.

Dan lakukanlah yang terbaik untuk keluarga kita…


Shared By Catatan Catatan Islami Pages