Wednesday, December 10, 2008

Jalan Menuju Ciwidey



Meski letaknya di puncak gunung pada ketinggian 2.300 m dpl., Kawah Putih dan Situ Patengan (1800 m dpl) mudah dicapai pengunjung. Bahkan kedua obyek wisata hanya berjarak 200-an meter dari tempat parkir. Tak ada jalan curam yang berbahaya. Karena jalan turun ke kawah putih sudah dibuat undak-undakan dari batu kali.
Kawasan wisata CIwidey terletak sekitar 35 km dari pusat kota Bandung dan bisa ditempuh selama 1,5 jam menggunakan mobil. Dari Bandung kita bisa melalui tol Pasteur, keluar di gerbang tol Kopo, selanjutnya belok kanan arah Soreang yang merupakan gerbang menuju Ciwidey. Bagi yang datang dari Jakarta, dari tol Jakarta – Cikampek menyambung ke tol Cipularang, keluar di pintu tol Kopo, lalu belok Kanan ke arah Soreang, lurus hingga Ciwidey. Sedang Ciwidey – Kawah Putih yang berjarak 11 km, bisa dicapai dengan angkot.
Sesampai di komplek wisata Ciwidey, kita bisa ke Kawah Putih dulu atau langsung ke Situ Patengan yang berjarak 1 km. Setelah membayar tiket Rp 5.000 per mobil dan Rp 10.000 per orang di gerbang masuk Kawah Putih, pengendara motor dan mobil bisa langsung melanjutkan perjalanan sejauh 5 km yang bisa ditempuh selama 15 menit. Tapi yang datang dengan bus harus ganti angkot antar jemput yang dimodifikasi mirip mobil patroli polisi beratap deklit dengan ongkos Rp 6.000 pp, atau mencarternya Rp 90.000 untuk 15 orang.
Jalan ke Kawah Putih, yang ketinggiannya hampir 500 meter, penuh dengan kelokan dan di kiri-kanan tumbuh lebat aneka jenis tumbuhan hutan tropis seperti eucalyptus. Jalannya sendiri cukup baik dan beraspal, tetapi hanya cukup dilalui satu kendaraan. Dari tempat parkir, pengunjung berjalan kaki menuruni Kawah yang berjarak sekitar 200 meter melewati undak-undakan batu.
Sementara Situ Patenggang bisa dicapai dengan angkot dari terminal Ciwidey dengan tarif Rp. 7.000,- per orang, termasuk tiket masuk Untuk rombongan bus besar, ditarik retribusi Rp 250.000.
Hal yang perlu diperhatikan, kita sebaiknya tidak menggunakan sandal/sepatu berhak tinggi atau bersol halus. Sebab tanah di Kawah Putih berkerikil dan memmbuat kita bisa terpeleset jika tak hati-hati. Jangan lupa, siapkan baju hangat, payung dan pakaian ganti. Sebab selain udara cukup dingin, cuaca bisa berubah seketika dari cerah, mendung, tiba-tiba hujan.
Tapi jika tak tahan dengan udara dingin tak usah khawatir. Di sana berjajar puluhan kios yang menjajakan minuman hangat khas Sunda; bandrek, aneka makanan, baju hangat, topi masker, hingga cinderamata khas Ciwidey, mulai dari tas, gantungan kunci hingga bantal tidur, yang kesemuanya berbentuk strawberry.
Wisata ke Ciwidey rasanya tak lengkap tanpa membawa oleh-oleh buah merah menyala itu. Cukup banyak pedagang yang menjajakan strawberry, baik yang masih berupa buah segar maupun dalam bentuk jus. Sekotak kemasan plastik ukuran 0,5 kg strawberry dijual dari harga Rp 5.000 hingga Rp 20.000. Tapi hati-hati. Karena biasanya strawberry dalam kemasan ini hanya bagus di bagian atas, sedang di bawahnya ditempatkan buah yang sudah rusak.
Karena itu, meski lebih mahal, ada baiknya membeli strawberry yang belum dikemas, sehingga bisa memilih sendiri. Bahkan, sepanjang perjalanan menuju Ciwidey banyak petani yang menawarkan kesempatan bagi para pembeli untuk memetik sendiri strawberry dari pohonnya yang ditanam dalam polybag atau kantong-kantong plastik.(Fauzan Dj)

Tuesday, December 09, 2008

Menikmati Keindahan Kawah Putih & Situ Patenggang

Catatan : Tulisan ini merupakan tulisan dua seri (baca juga posting berjudul ''Jalan Menuju Ciwidey'') yang pernah dimuat di rubrik Jalan-Jalan di Harian Suara Merdeka Minggu 2008



COBA tanyakan sahabat Anda, tempat menarik mana yang ingin mereka kunjungi jika berkesempatan berlibur di Bandung. Sebagian besar dari mereka mungkin akan menjawab Lembang, Tangkuban Perahu, arung jeram di sungai Citarik, atau berbelanja di Cihampelas. Tapi coba tanyakan apakah mereka tahu Ciwidey. Pasti kebanyakan mereka akan mengernyitkan dahi.
Ciwidey ? Ya. Meski kawasan wisata di Bandung Selatan ini memiliki panorama alam sangat indah, ternyata belum banyak yang mengenalnya. Bagi warga Jakarta sekitarnya yang setiap hari disibukkan urusan kantor, berlibur di Situ Patengan dan Kawah yang tersembunyi di perbukitan Ciwidey merupakan tempat alternatif membuang penat.
Sebelum ini, kawasan Puncak selalu menjadi pilihan utama. Selain berhawa sejuk, jaraknya tak terlalu jauh dari Ibukota. Tapi lantaran semua orang pergi ke Puncak, setiap akhir pekan dan musim liburan kawasan kini macet oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi. Maunya menghilangkan penat, malah stress yang didapat. Karena Jakarta – Puncak yang normalnya bisa dicapai dalam 1-1,5 jam, bisa molor hingga 4-5 jam.
Maka kini Puncak mulai ditinggalkan. Apalagi setelah selesainya tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) yang memungkinkan Jakarta - Bandung ditempuh dalam waktu 2 jam. Tapi jalan-jalan ke Bandung yang sering terpikir hanya wisata kuliner atau belanja di Cihampelas. Padahal jika mau sedikit menjelajah ke luar kota, banyak panorama alam pegunungan yang indah dan sejuk di bagian Selatan, yakni kawasan wisata Ciwidey.
Ada sejumlah tempat yang asik dinikmati di kawasan hutan milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) ini. Di antaranya bumi perkemahan dan penangkaran rusa Rancaupas, wisata air panas Ciwalini dan Cimanggu, Kawah Putih dan Situ Patengan.
Kawah Putih (White Crater) yang merupakan salah satu tempat favorit dikunjungi wisatawan adalah sebuah kawah menyerupai danau di tengah pegunungan. Kawah berbentuk mirip danau ini terbentuk akibat erupsi Gunung Patuha yang memiliki ketinggian 2.343 meter di atas permukaan laut (dpl) antara abad 10-12.
Keberadaan Kawah Putih semula tak banyak diketahui orang karena puncak Gunung Patuha oleh masyarakat setempat dianggap angker, sehingga tak seorangpun yang berani menjamahnya. Keindahan Kawah Putih baru terungkap pada 1837 oleh seorang Belanda pernakan Jerman, Dr Franz Wilhelm Junghuhn. Meski ditemukan pada 1837, keindahan Kawah Putih tetap tersembunyi tidak di kenal dan belum bisa dinikmati oleh masyarakat luas sampai PT. Perhutani mengembangkannya menjadi obyek wisata alam pada 1987.
Tak seseram namanya, Kawah Putih justru membuat orang takjub oleh keindahannya. Ia dikelilingi dinding bukit yang sangat terjal, tetapi, pada bagian lain landai meyerupai pantai. Kita bisa berjalan ke tepinya dan menyentuh air kawah yang mengandung belerang. Warna air danau sering berubah tergantung cuaca dan kandungan mineral kawah. Terkadang putih susu, terkadang berwarna hijau apel atau kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, ada kalanya berwarna coklat susu seperti tanah berpasir yang mengitarinya. Hal sama terjadi pada cuaca yang kerap berubah tiba-tiba; panas terik, mendung, hujan, atau kabut yang tiba-tiba turun.
Kekayaan warna dan keindahan alam inilah yang membuat Kawah Putih menjadi tempat favorit para fotografer dan calon pengantin untuk membuat foto pra nikah (pre wedding), baik untuk dicetak di kartu undangan maupun dipajang di tempat resepsi.

Lokasi lain yang kerap dijadikan setting pre wedding session adalah Situ Patengan. Tempat ini mengingatkan kita akan Telaga Sarangan. Yang membedakan, di kiri-kanan Situ Patengan terhampar luas kebun teh, laksana karpet alam berwarna hijau menyegarkan mata, yang menawarkan alternatif wisata lainnya, yakni trekking (berjalan menyusuri kebun teh). Selain itu, dari segi kebersihan dan fasilitas yang tersedia, obyek wisata ini jelas terlihat lebih terawat dan dikelola dengan baik.
Berada di ketinggian sekitar 1600 m dpl, Danau Patenggang atau lebih dikenal dengan nama Situ Patenggang, menempati areal seluas 150 Ha. Dulunya kawasan ini merupakan kawasan cagar alam atau taman nasional. Namun pada 1981 resmi berubah menjadi sebuah taman wisata.
Selain menikmati panorama dari gazebo atau tempat-tempat duduk tanpa atap yang terbuat dari semen, kita juga bisa menyewa perahu mengelilingi pulau Sasuka atau singgah di Pulau Asmara dan Batu Cinta. Menurut legenda, siapapun yang singgah ke Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara akan mendapatkan cinta yang abadi. Hal inilah yang mungkin membuat wisatawan sayang melewatkan dua tempat ini.
Jika datang bersama rombongan, kita bisa menyewa perahu berkapasitas 15-20 orang dengan membayar Rp 150-200 ribu untuk berkeliling selama 1 jam. Termasuk berhenti di Batu Cinta untuk berfoto di sana. Sedang untuk perorangan, dikenakan tarif Rp 15.000 per orang. Rasanya kurang lengkap jika berkunjung ke obyek wisata ini tanpa membeli cinderamata dan oleh-oleh khas Ciwidey. Tak usah khawatir, karena selain warung makan di sana banyak kios yang menjajakan strawberry, terong belanda dan berbagai macam cinderamata. Termasuk baju hangat dan topi masker wool untuk menahan udara dingin jika Anda lupa membawanya dari rumah.

Tuesday, December 02, 2008

Dunia Yang Tidak Adil

Pareto dan kisah Dunia yang tak adil



"Dunia itu tidak adil. Kita sendiri yang harus menciptakan keadilan…
buat diri kita sendiri, ha ha ha…",

Rekan saya, Pak Asep al mukarrom, memang teman sejati saya untuk
bersama-sama menertawakan dunia.

"Betul itu Pak! Ungkapan Bapak itu filosofis sekali…", ujar saya
mengamini kesimpulan dia.

Tuhan Maha Adil.

Dan dunia ini diciptakan penuh ketidakadilan.

Tuhan Maha Adil bukan berarti lalu menciptakan dunia yang adil. Dunia
ini memang diciptakan penuh ketidakadilan. Ada anak yang terlahir
miskin. Itu realita. Walaupun dia jenius, tetap saja tidak bisa masuk
sekolah unggulan yang menarik iuran mahal. Ada yang bekerja keras
dengan hasil sedikit, dan ada yang bekerja santai dengan hasil yang
banyak.

Kata Pareto, dari lima roti yang tersedia, empat roti akan dimakan
hanya oleh satu orang, sementara satu roti sisanya akan diperebutkan
oleh empat orang. Selalu akan ada yang hidupnya jauh lebih nyaman
daripada lainnya. Kata siapa dunia itu adil?

Dunia memang tidak adil, kawan.

Kalau kita meyakini Allah itu Maha Adil, kemudian Allah menciptakan
lingkungan yang adil buat kita, maka… kesimpulan itu salah! Allah
maha berhak untuk menciptakan dunia yang penuh ketidakadilan. Allah
akan menilai kita dengan adil, yaitu bagaimana ikhtiar kita bereaksi
terhadap ketidakadilan itu. Allah adil dalam menilai amal kita, dan
Allah memang sengaja menciptakan dunia yang tidak adil.

Jadi, dunia ini tidak adil.

Sebuah buku tulisan Richard Koch berjudul The 80/20 Principle
mengupas banyak tentang dunia yang tidak adil itu. Telah ditemukan
bahwa pekerja dengan jabatan yang lebih tinggi justru bekerja jauh
lebih mudah dan santai dengan imbalan yang jauh lebih besar. Di
strata lebih bawah pekerjaan bisa lebih sulit, anehnya dengan imbalan
lebih sedikit.

Tentu saja buku itu (juga tulisan ini) tidak bermaksud membuat
provokasi untuk unjuk rasa menggugat ketidakadilan. Buku itu
mengingatkan – persis seperti yang disimpulkan al mukarrom Pak Asep –
bahwa dunia yang sejati itu memang tidak adil.

Jadi kita harus menyadari dan menerima bahwa banyak hal itu tidak
adil. Negara misalnya, sering tidak adil. Lingkungan pun demikian,
sering tidak adil. Bahkan sistem di kantor Anda pun sangat mungkin
tidak adil. Karena memang awalnya tidak adil, lalu ketika orang-
orangnya berusaha membuat keadilan maka akan terjadi silang pendapat
tentang seperti apa bentuk yang adil itu. Akhirnya adil yang sempurna
itu memang tidak ada. Apa yang dipandang adil seseorang, bisa
dipandang zalim oleh orang yang lain. Apa yang pimpinan pandang adil,
bisa dipersepsi tidak adil oleh bawahannya.

Mari kita terima saja bahwa dunia ini tidak adil. Jangan terlena oleh
buaian penghibur yang mengatakan dunia ini adil. Kita terima saja
kenyataan bahwa orang baik sering kalah, orang jahat sering menang.
Kita terima saja bahwa kerja keras tidak berkorelasi positif dengan
penghasilan. Juga kita terima saja bahwa orang yang baik pun belum
tentu mendapat pasangan yang sama baiknya.

Dan Pak Asep al mukarrom benar. Kita sendirilah yang harus
menciptakan keadilan … buat kita sendiri.

Tuhan Yang Maha Adil sungguh telah membekali diri kita
dengan `potensi keadilan' untuk mengarungi dunia yang tidak adil.

Mula-mula berusahalah untuk adil buat diri kita sendiri. Kalau
bekerja, ya boleh-boleh saja kerja keras, tapi bila senja telah tiba,
ingatlah untuk segera pulang karena keluarga menunggu di rumah. Itu
adil buat kita, juga adil buat keluarga kita. Bila tugas kantor
menumpuk, ambil jeda untuk istirahat dan olahraga ringan, karena
itulah yang adil buat tubuh kita. Bila sistem kerja di kantor belum
bisa mencapai bentuk yang ideal (dimana keadilan terjadi dengan
merata), maka kitalah yang harus cerdik memutar otak agar masih bisa
berlaku adil minimal buat diri kita sendiri. Yang harus kita andalkan
bukan sekedar kecerdasan emosi (tekun bekerja keras) dan kecerdasan
spiritual (bersabar dan bersyukur), tapi juga kecerdasan power
(menjadi cerdik dengan worksmart).

Mula-mulanya kita ciptakan keadilan buat diri kita sendiri. Setelah
itu kita ciptakan keadilan buat keluarga kita. Lalu kantor kita. Lalu
orang-orang yang lebih jauh dari kita. Lalu seluruh umat manusia dan
alam semesta.

Tuhan Yang Maha Adil sengaja telah menciptakan dunia ini penuh dengan
ketidakadilan.

"Dunia itu tidak adil. Kita sendiri yang harus menciptakan keadilan…
buat diri kita sendiri, ha ha ha…",

(From K.Ummah)