Catatan : Tulisan ini merupakan tulisan dua seri (baca juga posting berjudul ''Jalan Menuju Ciwidey'') yang pernah dimuat di rubrik Jalan-Jalan di Harian Suara Merdeka Minggu 2008
COBA tanyakan sahabat Anda, tempat menarik mana yang ingin mereka kunjungi jika berkesempatan berlibur di Bandung. Sebagian besar dari mereka mungkin akan menjawab Lembang, Tangkuban Perahu, arung jeram di sungai Citarik, atau berbelanja di Cihampelas. Tapi coba tanyakan apakah mereka tahu Ciwidey. Pasti kebanyakan mereka akan mengernyitkan dahi.
Ciwidey ? Ya. Meski kawasan wisata di Bandung Selatan ini memiliki panorama alam sangat indah, ternyata belum banyak yang mengenalnya. Bagi warga Jakarta sekitarnya yang setiap hari disibukkan urusan kantor, berlibur di Situ Patengan dan Kawah yang tersembunyi di perbukitan Ciwidey merupakan tempat alternatif membuang penat.
Sebelum ini, kawasan Puncak selalu menjadi pilihan utama. Selain berhawa sejuk, jaraknya tak terlalu jauh dari Ibukota. Tapi lantaran semua orang pergi ke Puncak, setiap akhir pekan dan musim liburan kawasan kini macet oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi. Maunya menghilangkan penat, malah stress yang didapat. Karena Jakarta – Puncak yang normalnya bisa dicapai dalam 1-1,5 jam, bisa molor hingga 4-5 jam.
Maka kini Puncak mulai ditinggalkan. Apalagi setelah selesainya tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) yang memungkinkan Jakarta - Bandung ditempuh dalam waktu 2 jam. Tapi jalan-jalan ke Bandung yang sering terpikir hanya wisata kuliner atau belanja di Cihampelas. Padahal jika mau sedikit menjelajah ke luar kota, banyak panorama alam pegunungan yang indah dan sejuk di bagian Selatan, yakni kawasan wisata Ciwidey.
Ada sejumlah tempat yang asik dinikmati di kawasan hutan milik PT Perkebunan Nusantara (Persero) ini. Di antaranya bumi perkemahan dan penangkaran rusa Rancaupas, wisata air panas Ciwalini dan Cimanggu, Kawah Putih dan Situ Patengan.
Kawah Putih (White Crater) yang merupakan salah satu tempat favorit dikunjungi wisatawan adalah sebuah kawah menyerupai danau di tengah pegunungan. Kawah berbentuk mirip danau ini terbentuk akibat erupsi Gunung Patuha yang memiliki ketinggian 2.343 meter di atas permukaan laut (dpl) antara abad 10-12.
Keberadaan Kawah Putih semula tak banyak diketahui orang karena puncak Gunung Patuha oleh masyarakat setempat dianggap angker, sehingga tak seorangpun yang berani menjamahnya. Keindahan Kawah Putih baru terungkap pada 1837 oleh seorang Belanda pernakan Jerman, Dr Franz Wilhelm Junghuhn. Meski ditemukan pada 1837, keindahan Kawah Putih tetap tersembunyi tidak di kenal dan belum bisa dinikmati oleh masyarakat luas sampai PT. Perhutani mengembangkannya menjadi obyek wisata alam pada 1987.
Tak seseram namanya, Kawah Putih justru membuat orang takjub oleh keindahannya. Ia dikelilingi dinding bukit yang sangat terjal, tetapi, pada bagian lain landai meyerupai pantai. Kita bisa berjalan ke tepinya dan menyentuh air kawah yang mengandung belerang. Warna air danau sering berubah tergantung cuaca dan kandungan mineral kawah. Terkadang putih susu, terkadang berwarna hijau apel atau kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, ada kalanya berwarna coklat susu seperti tanah berpasir yang mengitarinya. Hal sama terjadi pada cuaca yang kerap berubah tiba-tiba; panas terik, mendung, hujan, atau kabut yang tiba-tiba turun.
Kekayaan warna dan keindahan alam inilah yang membuat Kawah Putih menjadi tempat favorit para fotografer dan calon pengantin untuk membuat foto pra nikah (pre wedding), baik untuk dicetak di kartu undangan maupun dipajang di tempat resepsi.
Lokasi lain yang kerap dijadikan setting pre wedding session adalah Situ Patengan. Tempat ini mengingatkan kita akan Telaga Sarangan. Yang membedakan, di kiri-kanan Situ Patengan terhampar luas kebun teh, laksana karpet alam berwarna hijau menyegarkan mata, yang menawarkan alternatif wisata lainnya, yakni trekking (berjalan menyusuri kebun teh). Selain itu, dari segi kebersihan dan fasilitas yang tersedia, obyek wisata ini jelas terlihat lebih terawat dan dikelola dengan baik.
Berada di ketinggian sekitar 1600 m dpl, Danau Patenggang atau lebih dikenal dengan nama Situ Patenggang, menempati areal seluas 150 Ha. Dulunya kawasan ini merupakan kawasan cagar alam atau taman nasional. Namun pada 1981 resmi berubah menjadi sebuah taman wisata.
Selain menikmati panorama dari gazebo atau tempat-tempat duduk tanpa atap yang terbuat dari semen, kita juga bisa menyewa perahu mengelilingi pulau Sasuka atau singgah di Pulau Asmara dan Batu Cinta. Menurut legenda, siapapun yang singgah ke Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara akan mendapatkan cinta yang abadi. Hal inilah yang mungkin membuat wisatawan sayang melewatkan dua tempat ini.
Jika datang bersama rombongan, kita bisa menyewa perahu berkapasitas 15-20 orang dengan membayar Rp 150-200 ribu untuk berkeliling selama 1 jam. Termasuk berhenti di Batu Cinta untuk berfoto di sana. Sedang untuk perorangan, dikenakan tarif Rp 15.000 per orang. Rasanya kurang lengkap jika berkunjung ke obyek wisata ini tanpa membeli cinderamata dan oleh-oleh khas Ciwidey. Tak usah khawatir, karena selain warung makan di sana banyak kios yang menjajakan strawberry, terong belanda dan berbagai macam cinderamata. Termasuk baju hangat dan topi masker wool untuk menahan udara dingin jika Anda lupa membawanya dari rumah.
No comments:
Post a Comment