(dedicated for someone…..)
"De'... de'...
Selamat Ulang Tahun..." bisik seraut wajah tampan tepat di hadapanku."Hmm..." aku yang sedang lelap hanya memicingkan mata dan tidurkembali setelah menunggu sekian detik tak ada kata-kata lain yang terlontardari bibir suamiku dan tak ada sodoran kado di hadapanku.
Shubuh ini Ulang tahun pertama sejak pernikahan kami limabulan yang lalu. Nothing special. Sejak bangun aku cuma diam, kecewa. Tak adakado, tak ada black forest mini, tak ada setangkai mawar seperti mimpikusemalam. Malas aku beranjak ke kamar mandi. Shalat Subuh kami berdua sepertibiasa. Setelah itu kuraih lengan suamiku, dan selalu ia mengecup kening, pipi,terakhir bibirku. Setelah itu diam. Tiba-tiba hari ini aku merasa bukan apa-apa, padahal ini hari istimewaku.Orang yang aku harapkan akan memperlakukankuseperti putri hari ini cuma memandangku.
Alat shalat kubereskan dan aku kembaliberbaring di kasur tanpa dipanku. Memejamkan mata, menghibur diri, danmengucapkan. Happy Birthday to Me... Happy Birthday to Me.... Bisik hatikuperih. Tiba-tiba aku terisak. Entah mengapa. Aku sedih di hari ulang tahunku.Kini aku sudah menikah. Terbayang bahwa diriku pantas mendapatkan lebih dariini. Aku berhak punya suami yang mapan, yang bisa mengantarku ke mana-manadengan kendaraan. Bisa membelikan blackforest, bisa membelikan aku gamis saataku hamil begini, bisa mengajakku menginap di sebuah resort di malam dan hariulang tahunku. Bukannya aku yang harus sering keluar uang untuk segalakebutuhan sehari-hari, karena memang penghasilanku lebih besar. Sampai kapanaku mesti bersabar, sementara itu bukanlah kewajibanku. .
"De... Ade kenapa?" tanya suamikudengan nada bingung dan khawatir.
Aku menggeleng dengan mata terpejam. Lalumembuka mata. Matanya tepat menancap di mataku. Di tangannya tergenggam sebuahbungkusan warna merah jambu. Adatatapan rasa bersalah dan malu di matanya. Sementara bungkusan itu enggandisodorkannya kepadaku.
"Selamat ulang tahun ya De'..."bisiknya lirih. "Sebenernya aku mau bangunin kamu semalam, dan ngasih kadoini... tapi kamu capek banget ya? Ucapnya takut-takut.
Aku mencoba tersenyum. Dia menyodorkan bungkusan manis merah jambu itu. Darimana dia belajar membukus kado seperti ini? Batinku sedikit terhibur. Aku bukaperlahan bungkusnya sambil menatap lekat matanya. Ada air yang menggenang.
"Maaf ya de, aku cuma bisa ngasih ini.Nnnng... Nggak bagus ya de?" ucapnya terbata.
Matanya dihujamkan ke lantai.
Kubuka secarik kartu kecil putih manis denganbunga pink dan ungu warna favoritku. Sebuah tas selempang abu-abu bergambarMickey mengajakku tersenyum. Segala kesahku akan sedikitnya nafkah yangdiberikannya menguap entah ke mana. Tiba-tibaaku malu, betapa tak bersyukurnya aku.
"Jelek ya de'? Maaf ya de'... aku nggakbisa ngasih apa-apa.... Aku belum bisa nafkahin kamu sepenuhnya. Maafin aku yade'..." desahnya.
Aku tahu dia harus rela mengirit jatah makansiangnya untuk tas ini. Kupeluk dia dan tangisku meledak di pelukannya. Aku rasakantetesan air matanya juga membasahi pundakku. Kuhadapkan wajahnya di hadapanku.Masih dalam tunduk, air matanya mengalir. Rabbi... mengapa sepicik itupikiranku? Yang menilai sesuatu dari materi? Sementara besarnya karuniamu masihaku pertanyakan.
"A' lihat aku...," pintaku padanya.Ia menatapku lekat. Aku melihat telaga bening di matanya. Sejuk danmenenteramkan. Aku tahu ia begitu menyayangi aku, tapi keterbatasan dirinyamenyeret dayanya untuk membahagiakan aku. Tercekat aku menatap pancaran kasihdan ketulusan itu. "Tahu nggak... kamu ngasih aku banyaaaak banget,"bisikku di antara isakan. "Kamu ngasih aku seorang suami yang sayang samaistrinya, yang perhatian. Kamu ngasih aku kesempatan untuk meraih surga-Nya..Kamu ngasih aku dede'," senyumku sambil mengelus perutku. "Kamungasih aku sebuah keluarga yang sayang sama aku, kamu ngasih aku mama....."bisikku dalam cekat.
Terbayang wajah mama mertuaku yangperhatiannya setengah mati padaku, melebihi keluargaku sendiri. "Kamu yangselalu nelfon aku setiap jam istirahat, yang lain mana ada suaminya yang selalutelepon setiap siang," isakku diselingi tawa. Ia tertawa kemudiantangisnya semakin kencang di pelukanku.
Rabbana... mungkin Engkau belum memberikankami karunia yang nampak dilihat mata, tapi rasa ini, dan rasa-rasa yang pernahaku alami bersama suamiku tak dapat aku samakan dengan mimpi-mimpiku akansebuah rumah pribadi, kendaraan pribadi, jabatan suami yang oke,fasilitas-fasilitas . Harta yang hanya terasa dalam hitungan waktu dunia. Mengapaaku masih bertanya. Mengapa keberadaan dia di sisiku masih aku nafikannilainya. Akan aku nilai apa ketulusannya atas apa saja yang ia berikanuntukku? Hanya dengan keluhan? Teringat lagi puisi pemberiannya saat kami baru menikah... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana…….
No comments:
Post a Comment