Ini feature yang aku tulis beberapa bulan lalu dan dimuat di rubrik "Jalan-Jalan" di harian Suara Merdeka (http://www.suaramerdeka.com/). Kalau aku nulis tentang Masjid Kubah Emas, bukan berarti aku 100% setuju dengan proyek megah tersebut, secara ideologis. Ada hal positif dan negatifnya, pro-kontra.
Karena udah beberapa bulan lalu, mungkin kondisinya sudah berbeda. Lalu lintas kemacetannya, keramaian pengunjungnya dsb.
KALAU disebut masjid terbesar di Indonesia, hampir semua orang akan menyebut satu nama; Istiqlal. Ya, masjid yang berdiri di jantung ibukota Jakarta
itu oleh presiden RI pertama, Bung Karno memang dibangun untuk mewujudkan obsesinya untuk memiliki sebuah masjid yang terbesar dan termegah se Asia Tenggara.
Tapi, seperti bangunan pencakar langit tertinggi dunia yang rekornya selalu terpecahkan, reputasi Istiqlal sebagai yang terbesar dan termegah kini mulai tergeser. Tidak perlu di tingkat Asia Tenggara. Di tanah air sendiri pun kini sudah banyak berdiri masjid berukuran besar dengan arsitektur modern yang selama ini hanya dapat disaksikan di gedung-gedung modern seperti hotel, mal dan pusat perkantoran. Bahkan masjid-masjid megah itu tidak hanya didominasi Jakarta, tetapi juga tersebar di kota-kota lain seperti Makassar, Banda Aceh, Tasikmalaya dan Semarang,
Namun yang sekarang paling menghebohkan adalah munculnya sebuah masjid berkubah emas di satu desa Meruyung, Kota Depok, Jawa Barat. Baru mendengar ada masjid berlapis emas saja pasti membuat orang penasaran. Apalagi jika sudah melihat langsung keindahan dan kemegahan arsitekturnya. Pasti akan mengundang decak kagum dan membayangkan berapa triliun uang yang dikeluarkan untuk membangun semua itu.
Rasa penasaran itulah yang belakangan membuat ratusan, bahkan ribuan umat Islam dari berbagai penjuru daerah, baik Jawa maupun luar Jawa, ramai-ramai mendatangi masjid di desa kecil tersebut. Setiap hari, terutama pada Sabtu dan Minggu, puluhan busdan mobil pribadi berpelat nomor luar
kota
yang mengangkut ratusan anggota pengajian atau majelis taklim berjejal memasuki
kota
Depok. Keadaan ini memperparah lalu lintas jalan Depok – Meruyung berjarak 7 kilometer yang sedang dikepung kemacetan karena adanya pembangunan jembatan layang dan banyaknya jalan berlobang yang belum ditambal karena musim hujan.
Jumlah pengunjung makin bertambah sejak masjid di Kompleks Islamic Center Dian Al-Mahri itu diresmikan dan dibuka untuk umum pada hari raya Idul Adha 31 Desember 2006. Apalagi setelah Pondok Pesantren Daarut Tauhid pimpinan Aa Gym di Geger Kalong,
Bandung
kehilangan magnet menyusul poligami yang dilakukan dai kondang tersebut. Anggota majelis taklim yang sebelumnya mengidolakan Aa pun seperti menemukan tempat pelarian baru sebagai tempat wisata rohani. Ironisnya, Aa Gym-lah yang diundang pemilik yayasan, Hj Dian Juriah Maimun Al-Rasyid (58) untuk mendampingi meresmikan masjid ini akhir tahun lalu.
Gagasan untuk membangun masjid megah berkubah emas ini lahir dari sang pemilik setelah menunaikan ibadah hajinya yang ke-34. ‘’Setelah ibadah haji itu saya seperti begitu saja mendapat hidayah dari Allah. Begitu juga lokasinya, inspirasi dating begitu saja,’’ tutur wanita asal Serang, Banteng ini. Gagasan itu bisa diwujudkan, karena suaminya, Hj Maimun yang berasal dari
Padang
adalah pengusaha minyak di Arab Saudi. Konon pembangunan proyek ambisius ini juga mendapat dukungan dana dari Timur Tengah. Tapi Hj Dian menampik itu.
‘’Saya membangun dan memelihara masjid ini semuanya dari uang pribadi. Tidak utang ke bank, atau pihak mana pun. Juga tidak meminta sumbangan,’’ tepisnya.
Jadi jangan heran jika saat shalat di masjid ini jamaah tidak melihat adanya kotak amal (tromol) di sekitar masjid, seperti masjid pada umumnya. Malahan pada berbagai kegiatan majelis yang digelar sebelum masjid selesai dibangun, kepada jamaah yang hadir tuan rumah membagi-bagikan bingkisan berisi sembako.
Keinginannya untuk membangun masjid kubah emas kian mantap setelah Hj Dian dan suami yang sehari-hari tinggal di Petukangan, Jakarta Selatan, berkenalan dengan seorang prinsipal desainer bernama Uke G Setiawan. Merasa menemukan orang yang cocok diserahi perencanaan proyek menantang itu, Hj Dian pun segera mencari tanah di kelurahan Meruyung..
Jayadih (62), mantan lurah Meruyung bercerita, ‘’Bu Dian datang kepada saya tahun 1996, mencari tanah untuk pembangunan masjid. Kemudian secara bertahap tanah di sekitarnya terus dibelinya,’’ kata Jayadih yang kini duduk sebagai koordinator pengajian di Yayasan tersebut.
Begitu tanah diperoleh, pada Desember 1998 dimulailah perkerjaan perencanaan tahap pertama. Pada 2001 masjid seluas 7200 meter persegi itu mulai dikerjakan. Dan dalam waktu enam tahun, proyek besar tersebut berhasil dirampungkan. Selain induk masjid, saat ini juga telah berdiri gedung auditorium yang hampir sama luasnya dengan masjid, juga rumah-rumah penginapan untuk pengunjung dan peserta pengajian. Ke depan, kompleks Islamic Center yang berada di atas areal tanah seluas 80 hektare lebih rencananya juga akan dilengkapi dengan universitas, rumah sakit dan sekolah perawat.
Tidak terlalu sulit sebenarnya mencapai lokasi masjid berkubah emas ini. Letaknya di pinggir jalan raya antara Depok – Cinere. Pengunjung yang datang dengan kendaraan roda empat atau Kereta Rel Listrik (KRL) Jabotabek dari arah Pasar Minggu dan
Bogor
bisa mengambil rute melewati pusat Kota Depok. Bagi yang menggunakan angkutan umum, satu-satunya pilihan adalah angkot D-03 jurusan Depok – Parung. Cukup dengan membayar ongkos Rp 2.500, turun di pertigaan bernama unik; Parung Bingung. Setelah itu nyambung lagi dengan angkot D-102 jurusan Parung Bingung – Lebak Bulus. Ongkosnya lebih murah lagi, Rp 1.000, karena jaraknya hanya sekitar 1,5 kilometer.
Meski jarak dari terminal Depok ke lokasi yang hanya 7 kilometer, karena sempitnya jalan dan banyaknya aspal berlobang yang belum dibetulkan waktu yang ditempuh mencapai setengah jam. Terlebih pada hari Sabtu dan Minggu. Padatnya lalu lintas di ruas itu, apalagi jika pada waktu yang bersamaan ustadz kondang Arifin Ilham yang tinggal di ruas jalan yang sama menggelar majelis dzikir, kendaraan hanya bisa berjalan merayap. Bisa-bisa lebih dari satu jam baru bisa sampai ke tujuan.
Satu hal yang perlu dipertimbangkan sebelum berangkat. Jangan memotret di dalam masjid atau membawa anak berusia di bawah 10 tahun, karena mereka bakal dilarang masuk ke Kompleks Islamic Center. Tidak jelas mengapa ada aturan aneh yang membatasi usia orang memasuki masjid, sedangkan di Masjidil Haram saja orang bebas thawaf mengelilingi Kakbah sambil memanggul anaknya di atas pundak. Kabar yang terdengar, ketentuan tersebut bersifat sementara demi ketertiban karena terbatasnya askar atau petugas keamanan yang berjaga di lingkungan masjid.
Terlepas dari parahnya kemacetan, keberadaan masjid milik Hj Dian ini memberikan nafkah tambahan bagi warga sekitar. Di samping mempekerjakan penduduk sebagai tenaga kebersihan, satpam dan penjaga masjid, banyak warga sekitar yang mengais rejeki dengan membuka warung makan, tempat penitipan kendaraan, sampai pedagang kaki lima.
itu oleh presiden RI pertama, Bung Karno memang dibangun untuk mewujudkan obsesinya untuk memiliki sebuah masjid yang terbesar dan termegah se Asia Tenggara.
Tapi, seperti bangunan pencakar langit tertinggi dunia yang rekornya selalu terpecahkan, reputasi Istiqlal sebagai yang terbesar dan termegah kini mulai tergeser. Tidak perlu di tingkat Asia Tenggara. Di tanah air sendiri pun kini sudah banyak berdiri masjid berukuran besar dengan arsitektur modern yang selama ini hanya dapat disaksikan di gedung-gedung modern seperti hotel, mal dan pusat perkantoran. Bahkan masjid-masjid megah itu tidak hanya didominasi Jakarta, tetapi juga tersebar di kota-kota lain seperti Makassar, Banda Aceh, Tasikmalaya dan Semarang,
Namun yang sekarang paling menghebohkan adalah munculnya sebuah masjid berkubah emas di satu desa Meruyung, Kota Depok, Jawa Barat. Baru mendengar ada masjid berlapis emas saja pasti membuat orang penasaran. Apalagi jika sudah melihat langsung keindahan dan kemegahan arsitekturnya. Pasti akan mengundang decak kagum dan membayangkan berapa triliun uang yang dikeluarkan untuk membangun semua itu.
Rasa penasaran itulah yang belakangan membuat ratusan, bahkan ribuan umat Islam dari berbagai penjuru daerah, baik Jawa maupun luar Jawa, ramai-ramai mendatangi masjid di desa kecil tersebut. Setiap hari, terutama pada Sabtu dan Minggu, puluhan busdan mobil pribadi berpelat nomor luar
kota
yang mengangkut ratusan anggota pengajian atau majelis taklim berjejal memasuki
kota
Depok. Keadaan ini memperparah lalu lintas jalan Depok – Meruyung berjarak 7 kilometer yang sedang dikepung kemacetan karena adanya pembangunan jembatan layang dan banyaknya jalan berlobang yang belum ditambal karena musim hujan.
Jumlah pengunjung makin bertambah sejak masjid di Kompleks Islamic Center Dian Al-Mahri itu diresmikan dan dibuka untuk umum pada hari raya Idul Adha 31 Desember 2006. Apalagi setelah Pondok Pesantren Daarut Tauhid pimpinan Aa Gym di Geger Kalong,
Bandung
kehilangan magnet menyusul poligami yang dilakukan dai kondang tersebut. Anggota majelis taklim yang sebelumnya mengidolakan Aa pun seperti menemukan tempat pelarian baru sebagai tempat wisata rohani. Ironisnya, Aa Gym-lah yang diundang pemilik yayasan, Hj Dian Juriah Maimun Al-Rasyid (58) untuk mendampingi meresmikan masjid ini akhir tahun lalu.
Gagasan untuk membangun masjid megah berkubah emas ini lahir dari sang pemilik setelah menunaikan ibadah hajinya yang ke-34. ‘’Setelah ibadah haji itu saya seperti begitu saja mendapat hidayah dari Allah. Begitu juga lokasinya, inspirasi dating begitu saja,’’ tutur wanita asal Serang, Banteng ini. Gagasan itu bisa diwujudkan, karena suaminya, Hj Maimun yang berasal dari
Padang
adalah pengusaha minyak di Arab Saudi. Konon pembangunan proyek ambisius ini juga mendapat dukungan dana dari Timur Tengah. Tapi Hj Dian menampik itu.
‘’Saya membangun dan memelihara masjid ini semuanya dari uang pribadi. Tidak utang ke bank, atau pihak mana pun. Juga tidak meminta sumbangan,’’ tepisnya.
Jadi jangan heran jika saat shalat di masjid ini jamaah tidak melihat adanya kotak amal (tromol) di sekitar masjid, seperti masjid pada umumnya. Malahan pada berbagai kegiatan majelis yang digelar sebelum masjid selesai dibangun, kepada jamaah yang hadir tuan rumah membagi-bagikan bingkisan berisi sembako.
Keinginannya untuk membangun masjid kubah emas kian mantap setelah Hj Dian dan suami yang sehari-hari tinggal di Petukangan, Jakarta Selatan, berkenalan dengan seorang prinsipal desainer bernama Uke G Setiawan. Merasa menemukan orang yang cocok diserahi perencanaan proyek menantang itu, Hj Dian pun segera mencari tanah di kelurahan Meruyung..
Jayadih (62), mantan lurah Meruyung bercerita, ‘’Bu Dian datang kepada saya tahun 1996, mencari tanah untuk pembangunan masjid. Kemudian secara bertahap tanah di sekitarnya terus dibelinya,’’ kata Jayadih yang kini duduk sebagai koordinator pengajian di Yayasan tersebut.
Begitu tanah diperoleh, pada Desember 1998 dimulailah perkerjaan perencanaan tahap pertama. Pada 2001 masjid seluas 7200 meter persegi itu mulai dikerjakan. Dan dalam waktu enam tahun, proyek besar tersebut berhasil dirampungkan. Selain induk masjid, saat ini juga telah berdiri gedung auditorium yang hampir sama luasnya dengan masjid, juga rumah-rumah penginapan untuk pengunjung dan peserta pengajian. Ke depan, kompleks Islamic Center yang berada di atas areal tanah seluas 80 hektare lebih rencananya juga akan dilengkapi dengan universitas, rumah sakit dan sekolah perawat.
Tidak terlalu sulit sebenarnya mencapai lokasi masjid berkubah emas ini. Letaknya di pinggir jalan raya antara Depok – Cinere. Pengunjung yang datang dengan kendaraan roda empat atau Kereta Rel Listrik (KRL) Jabotabek dari arah Pasar Minggu dan
Bogor
bisa mengambil rute melewati pusat Kota Depok. Bagi yang menggunakan angkutan umum, satu-satunya pilihan adalah angkot D-03 jurusan Depok – Parung. Cukup dengan membayar ongkos Rp 2.500, turun di pertigaan bernama unik; Parung Bingung. Setelah itu nyambung lagi dengan angkot D-102 jurusan Parung Bingung – Lebak Bulus. Ongkosnya lebih murah lagi, Rp 1.000, karena jaraknya hanya sekitar 1,5 kilometer.
Meski jarak dari terminal Depok ke lokasi yang hanya 7 kilometer, karena sempitnya jalan dan banyaknya aspal berlobang yang belum dibetulkan waktu yang ditempuh mencapai setengah jam. Terlebih pada hari Sabtu dan Minggu. Padatnya lalu lintas di ruas itu, apalagi jika pada waktu yang bersamaan ustadz kondang Arifin Ilham yang tinggal di ruas jalan yang sama menggelar majelis dzikir, kendaraan hanya bisa berjalan merayap. Bisa-bisa lebih dari satu jam baru bisa sampai ke tujuan.
Satu hal yang perlu dipertimbangkan sebelum berangkat. Jangan memotret di dalam masjid atau membawa anak berusia di bawah 10 tahun, karena mereka bakal dilarang masuk ke Kompleks Islamic Center. Tidak jelas mengapa ada aturan aneh yang membatasi usia orang memasuki masjid, sedangkan di Masjidil Haram saja orang bebas thawaf mengelilingi Kakbah sambil memanggul anaknya di atas pundak. Kabar yang terdengar, ketentuan tersebut bersifat sementara demi ketertiban karena terbatasnya askar atau petugas keamanan yang berjaga di lingkungan masjid.
Terlepas dari parahnya kemacetan, keberadaan masjid milik Hj Dian ini memberikan nafkah tambahan bagi warga sekitar. Di samping mempekerjakan penduduk sebagai tenaga kebersihan, satpam dan penjaga masjid, banyak warga sekitar yang mengais rejeki dengan membuka warung makan, tempat penitipan kendaraan, sampai pedagang kaki lima.