Telor dan Tempe gosong
Dua puluh tahun telah berlalu, namun masih terbayang jelas kenangan
indah berikut;
Suatu malam, mama yang bangun sejak pagi, bekerja keras sepanjang hari, membereskan rumah tanpa pembantu, jam tujuh malam mama selesai menghidangkan makan malam papa yang sangat sederhana berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi.
Sayangnya karena mengurusi adik yang merengek, tempe dan telor gorengnya sedikit gosong !, saya melihat mama sedikit panik, tapi tidak ϐίsα berbuat banyak, minyak gorengnya sudah habis.
Kami menunggu dengan tegang apa reaksi papa yang pulang kerja, pasti
sudah capek melihat makan malamnya hanya tempe dan telur gosong.
Luar biasa! Papa dengan tenang menikmati dan memakan semua yang
disiapkan mama dengan tersenyum, dan bahkan berkata; “Mama terima kasih!”, dan papa terus menanyakan kegiatan saya dan adik di sekolah.
Selesai makan, masih di meja makan, saya mendengar mama meminta maaf
karena telor dan tempe yang gosong itu, dan satu hal yang tidak pernah
saya lupakan adalah apa yang papa katakan:
“Sayang, aku suka telor dan tempe yang gosong.”
Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur kepada papa, saya bertanya apakah papa benar-benar menyukai telur dan tempe gosong ?”.
Papa memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata
“Anakku, mama sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar
sudah capek, Jadi sepotong telor dan tempe yang gosong tidak akan
menyakiti siapa pun kok!”
Ini pelajaran yang saya praktekkan di tahun-tahun berikutnya; “BELAJAR MENERIMA KESALAHAN ORANG LAIN, dan memilih untuk merayakannya!”, adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi.
Semoga cerita diatas akan menambah wawasan kita, bahwa kesalahan bukanlah dijadikan sasaran tembak menyakitkan orang yang kita sayangi, tetapi justru menjadi pintu masuk menyatakan sikap sayang.